Friday, May 31, 2013

Hati yang Penuh Kasih



Sedari dulu saya sering mendengar ayah saya berkata, kalau ingin mengetahui kondisi sebuah keluarga lihatlah pada tanaman-tanaman yang ada di pekarangan rumahnya. Tanaman-tanaman yang tumbuh segar dan subur menandakan keluarga itu penuh cinta kasih. Sedangkan tanaman yang tumbuh kering menandakan keluarga tersebut kekurangan cinta kasih. Sewaktu itu saya masih sangat muda untuk mengerti.



Sedari kecil saya selalu mempertanyakan, mengapa ibu selalu mempersembahkan bunga, air dan dupa dibawah setiap pohon di rumah kami. Begitu pun di banyak keluarga di Bali setiap pagi, mereka selalu meluangkan waktu membuat 'sesaji' yaitu persembahan kecil untuk ditaruh di bawah pepohonan dan beberapa tempat di rumah. Saat saya tanya, ibu hanya berkata, ini adalah ritual orang Bali, makna simbolis bahwa kita menyayangi setiap mahluk bahkan tumbuh-tumbuhan. Sewaktu itu saya masih sangat muda untuk mengerti.

Sewaktu saya kuliah di Melbourne, pernah sewaktu kali saya melihat bunga yang sangat cantik dan ingin memetiknya, seorang teman melarang saya. Bukan karena ada tulisan 'dilarang memetik bunga'. Tetapi menurutnya, apabila tidak untuk hal yang sangat penting, janganlah memetik bunga, karena pemotongan apapun kita lakukan terhadap tanaman, itu menyakitinya. Pemikiran yang sangat dalam. Tetapi sekali lagi, sewaktu itu saya masih sangat muda untuk mengerti.

Sampai pagi ini secara tidak sengaja saya menyalakan TV dan tertarik pada sebuah acara di Discovery Science. Acara ini khusus membahas dokumentasi tentang sebuah Vineyard di Itali yang bernama Mozart Vineyard. Mengapa dinamakan Mozart Vineyard karena diperkebunan anggur tersebut, tanaman - tanaman anggur tumbuh tidak hanya diberi pupuk, air dan dirawat, tetapi juga diputarkan musik Mozart oleh pemiliknya! Agak mencengangkan memang, tetapi ternyata hasil yang diberikan cukup fantastis. Selain menyebabkan hewan-hewan hama pengganggu pergi, musik ini juga membuat pohon-pohon anggur yang berada dekat dengan speaker-speaker musik tumbuh dengan buah anggur 50 persen lebih besar dibandingkan pohon-pohon yang letaknya lebih jauh dari speaker.

Karena fakta tersebut, maka seorang ahli biologi tertarik untuk menyelidikinya. Ahli biologi ini berkata bahwa tumbuhan dapat bereaksi terhadap vibrasi-vibrasi suara, dan kemungkinan lagu-lagu klasik yang diputarkan tersebut telah menstimulasi gen-gen sel pada tanaman anggur tersebut sehingga mereka tumbuh lebih cepat.

Bahkan lebih jauh ilmuwan tersebut melakukan eksperimen lain untuk membuktikan tanaman dapat bereaksi terhadap vibrasi yang dikirimkan manusia. Ia dan asistennya pun memasangkan alat 'lie detector' pada sebuah tanaman. Pada percobaan pertama, asistennya mencoba mengelus-elus daun dengan halus, tetapi tidak ada perubahan pada grafik. Pada percobaan kedua, mereka mencoba yang sedikit lebih ekstrim untuk melihat hasilnya. Asisten dari Ilmuwan tersebut membawa gunting dan sesaat ia memikirkan untuk menggunting dahan dari tanaman tersebut, grafiknya berubah. Dari garis lurus biasa, menjadi grafik naik dan kemudian turun sesaat setelah pengguntingan.

Hal apa yang dapat kita simpulkan disini? Bahwa tanaman, pepohonan, rumput-rerumputan bukanlah mahluk hidup yang diam tanpa reaksi. Mereka juga punya 'hati' yang dapat senang maupun sedih. Disaat senang, mereka tumbuh lebih baik. Maka saya baru mengerti sekarang mengapa tetua di Bali begitu menghargai dan menyayangi semua mahluk termasuk tumbuh-tumbuhan. Karena vibrasi kasih sayang kita, dapat membuat mereka juga bahagia, dapat membuat mereka tumbuh subur dan memungkinkan terwujudnya keseimbangan alam semesta.

Apabila pohon anggur yang bahagia dapat menghasilkan buah-buah yang lebih besar, bisa kita bayangkan dampak kasih sayang kepada umat manusia. Dengan menyayangi setulus hati anak-anak, suami, istri, orang tua, sahabat dan kerabat adalah bagai memberikan vitamin-vitamin pertumbuhan bagi semua. Seperti yang pernah dikatakan Khalil Gibran di maha karyanya "The Prophet". " You give but little when you give of your possessions. It is when you give of yourself that you truly give". Bahwa setiap pemberian yang berbentuk barang itu bernilai sangat kecil. Saat kita memberikan diri, waktu, tenaga dengan hati yang penuh kasih kepada orang-orang sekitar yang membutuhkan itulah esensi memberi yang sebenarnya.


With Love,
Satwika Lestari

No comments:

Post a Comment