Cuaca buruk yang terjadi di jakarta dan beberapa kota akhir2 ini memang tidak dapat di hindari. Hujan deras, angin kencang, bahkan angin puting beliung terjadi di berbagai tempat tanpa pandang bulu. Banjir, pohon tumbang dan berbagai masalah timbul sesudahnya. Membuat kita bercermin, apakah alam sedang marah? Atau kah ini hanya sebagian kecil perjalanan kehidupan yang harus kita lewati.
Memperhatikan status teman-teman di Facebook dan Twitter kemarin, banyak yg mengeluhkan tentang macet saat waktu pulang kantor, membuat saya tertegun. Mungkin saya juga akan sangat kecewa apabila terjebak dlm kondisi tsb. Tetapi ini lah Jakarta, hujan sedikit bisa menyebabkan banjir, angin kencang sedikit sudah menyebabkan banyak pohon tumbang.
Di TV juga diberitakan bahwa sejumlah pepohonan yg memiliki nilai historis telah tumbang. Salah satunya adalah pohon yang di tanam oleh Mantan Presiden kita Bpk. Soeharto di kediamannya di Cendana. Dan pohon berikutnya adalah pohon yg ditanam oleh Presiden kita saat ini di istana negara. Mungkin bisa saja ini hanyalah suatu kebetulan belaka. Atau bisa saja alam sedang memberikan sebuah pertanda. Simbol-simbol dalam kesunyian yang hanya dapat dibaca oleh kejernihan hati. Well, kita tidak pernah mengetahuinya.
Sampai pagi ini saya membaca sebuah kutipan yg menggugah hati saya, yg ditulis oleh ayah dalam salah satu bukunya.. "Bambu berdiri kuat dan kokoh. Terutama karena berakar kuat ke dalam. Setelah tinggi, ia merunduk". Kutipan ini 'menyentil' hati saya begitu dalam untuk kembali belajar dari alam, belajar dari pohon bambu, yang begitu kokoh tetapi begitu rendah hati.
Sering kali, banyak yg beranggapan bahwa sukses dan ketenaran adalah segalanya. Banyak yang menginginkan jalan pintas menuju kesana. Sehingga inilah yg menyebabkan 'akar'nya menjadi tidak kokoh. Ini juga lah yg menyebabkan kesombongan dalam diri.
Terima kasih pohon bambu, terima kasih alam, yang telah menjadi guru simbolik kehidupan.
With Love,
Satwika Lestari
No comments:
Post a Comment