Monday, July 8, 2013

Kasih Sayang yang Bijaksana




Pada suatu ketika, hiduplah seorang ibu dan anak laki-laki semata wayangnya. Mereka hidup sangat kekurangan sehingga sang anak, walau masih berumur 5 tahun sudah harus bekerja menjadi pengamen untuk membantu ibu nya.

Pada suatu sore, sang anak pulang membawa banyak sekali makanan. Sesampainya di rumah Ia segera memberikannya kepada ibunda nya tercinta. Tanpa bertanya apa-apa, ibu nya langsung memujinya dan berkata "waah, hebat sekali kamu nak. Terima kasih ya"



Seminggu berikutnya, si anak tersebut dengan riang membawakan ibu nya sebuah tas indah. Sesampainya di rumah Ia segera memberikannya kepada ibunda nya tercinta. Sekali lagi tanpa bertanya apa-apa, ibu nya langsung memujinya dan berkata "waah, tas yang bagus sekali. Kamu memang anak yang pintar. Terima kasih ya"
Dan itu pun selalu berulang setiap minggu, kadang dia membawakan Radio, TV dan barang - barang mewah lainnya saat pulang ke rumah.

Sampai anak tersebut beranjak dewasa, ia membawakan ibu nya sebuah kalung berlian. Tetap sang ibu tidak mempertanyakan dari mana asalnya kalung tersebut. Ia selalu memuji dan memuji anak semata wayangnya.

Suatu saat, banyak polisi mendatangi rumahnya untuk menangkap anaknya. Sang ibu menangis tersedu-sedu dan bertanya, kenapa nak, apa yang telah kamu perbuat?  Si anak pun dengan wajah marah membentak ibu nya. "Ini semua salah Ibu, seandainya ibu sedari dulu memarahi aku untuk tidak melakukan perbuatan mencuri, maka ini semua tidak akan terjadi!". Dan saat itulah sang ibu menyesali semua perbuatannya.

Cerita diatas memang hanya fiksi belaka, tetapi cukup memberikan gambaran pada kita bahwa kasih sayang yang berlebihan tanpa memperhatikan kebijaksanaan dapat menciptakan petaka. Sang Ibu yang terlalu menyayangi putra nya sehingga tidak pernah mengkoreksi apapun perbuatan anaknya, ternyata tidak selalu berujung pada kebaikan.

Sebagai seorang Ibu, saya pun merasakan hal yang sama. Memiliki dua orang putra yang berumur 3.5 tahun dan 1.5 tahun dan merawatnya langsung sebagai Ibu rumah tangga sekaligus usahawan, bukanlah perihal mudah. Tetapi hal tersebut memberikan kepuasan-kepuasan batin yang tidak dapat saya gambarkan. Dapat mengawasi pertumbuhan mereka sedari dini, memberikan nasihat-nasihat kehidupan, mana yang baik dilakukan dan mana yang tidak baik. Semua hal tersebut tidak dapat tergantikan oleh uang dan materi.

Sedari dini anak - anak coba saya ajarkan tentang budi pekerti. Bahwa saat bermain itu harus bisa berbagi mainan dengan teman-teman, saat belanja harus antri, harus menghormati setiap orang walaupun orang tersebut bekerja untuk kita dan pentingnya bersyukur atas berkah - berkah kecil yang diberikan kehidupan. Hal-hal tersebut tidak dapat ditemukan di kurikulum sekolah mana pun. Bahkan di sekolah international yang mahal sekali pun.

Pentingnya budi pekerti diajarkan sedari dini dikarenakan pembentukan sifat dan karakter itu lebih mudah saat anak-anak masih kecil. Jangan pernah menganggap remeh kemampuan nalar seorang anak dan menganggapnya belum mengerti, dan menunda untuk menasihatinya. Saya sangat bersyukur kepada ayah yang mengajarkan disiplin dengan keras sewaktu kecil. Hal tersebut membentuk pribadi yang lebih kuat dan keras menghadapi kehidupan. Dan sangat berterima kasih kepada Ibu yang selalu memberikan kasih sayang tanpa pamrih, yang telah membantu pembentukan pribadi yang selalu belajar menyayangi semuanya tanpa mengharapkan imbalan apa - apa. Ibu pernah berkata, 'Perbuatan baik tidak memerlukan alasan apapun. Karena perbuatan baik berasal dari hati yang baik".

Dari pengalaman - pengalaman tersebut pun saya menyadari, bahwa menjadi orang pintar itu penting, tetapi sama pentingnya untuk menjadi orang baik. Menjadi Ibu yang penyayang itu penting, tetapi sama pentingnya untuk menjadi Ibu yang bijaksana. Adalah tugas seorang ibu untuk membimbing budi pekerti anak - anak tanpa lelah, mencintai mereka selalu tanpa pamrih. Seperti yang pernah dikatakan seorang Filsuf terkenal bernama Khalil Gibran: " The true wealth of a nation lies not in its gold or silver but in its learning, wisdom and in the uprightness of its sons". Kekayaan sejati dari sebuah bangsa bukanlah terletak pada banyak nya emas atau perak yang dimiliki, tetapi pada setiap pembelajaran, kebijaksanaan dan kejujuran dari setiap anak-anaknya."


With Love,

Satwika Lestari


No comments:

Post a Comment