Saturday, January 29, 2022

Jalan indah Samurai

 



Di tahun 1980-an pernah terbit novel indah yg bercerita tentang kisah perjalanan Samurai besar bernama Miyamoto Musashi.


Sungguh, itu kisah perjalanan spiritual yg sangat mengagumkan. Seorang anak muda yg sangat kasar bernama Takezo mengubah dirinya menjadi Samurai yg memasuki gerbang kesempurnaan.


Jika bukan kelahiran tingkat tinggi, jangan coba-coba mengambil jalan ini. Kesempurnaan di jalan pedang harus berkali-kali melewati pengalaman yg sangat dekat dg kematian.


Di jalan ini, kesempurnaan juga didekati dg cara melahirkan banyak lawan yg siap membunuh kapan saja. Indahnya, ia melahirkan Cahaya kesadaran dan kewaspadaan yg tinggi sekali di dalam.


Titik balik hidup Takezo menuju Musasahi terjadi karena ia "dikurung" di perpustakaan kerajaan. Diminta membaca ke luar sekaligus membaca ke dalam. Tokoh menentukan dalam hal ini adalah Bhiksu bernama Takuan. 


Bacaan ke luar dan ke dalam ini tidak saja disempurnakan melalui pertempuran satu lawan satu yg berbahaya, tapi juga dg kedekatan bersama alam. Bahasa Balinya buana alit menyatu dg buana Agung.


Seperti ada tangan sempurna yg membimbing, begitu Musashi mendekati kesempurnaan, datang Samurai muda bernama Sasaki Kojiro. Dg teknik pedang yg jauh lebih tinggi.


Pertempuran Musashi-Kojiro ini sangat fenomenal. Jika Kojiro marah sekali menunggu lawannya karena datang terlambat. Musasahi di tengah perahu menuju tempat pertempuran mengukir patung Buddha Canon (perwujudan Buddha belas kasih Avalokiteshvara di Jepang).


Begitu Musasahi turun dari perahu, Kojiro langsung melompat sambil membuang sarung pedangnya. Musasahi tersenyum: "Anda kalah Kojiro. Sarung pedang adalah masa depan. Anda telah membuang masa depan".


Maka dimulailah pertempuran tingkat tinggi antara anak muda yg menguasai "teknik" pedang, dg orang dewasa yg menyatu dg "spirit" pedang. Ujungnya Kojiro roboh.


Dari sana dicatat, teknik (baca: kepintaran) tanpa spirit mudah membuat orang roboh. Spirit (baca: kebersatuan) kendati didukung oleh teknik yg terbatas, kemungkinan selamatnya lebih tinggi.


Ini terjadi, karena bagi ia yg spiritnya menyatu, tidak ada kalah-menang. Bahkan mati-hidup pun tidak ada. Di tingkat ini, pedang tidak lagi digerakkan oleh tangan manusia. Tapi ia menjadi tangan Cahaya.


Keterangan foto: Salah satu cucu Guruji di Jakarta bernama Surya

Thursday, January 27, 2022

Selamat ulang tahun Uchacinta dan kakak Dharma


Hari ini puteri semata wayang Guruji Luh Satwika Puteri Lestari berulang tahun yg ke 38. Bersamaan dg ulang tahun puteranya yg kedua Dharma.


Yg layak disyukuri bersama Ucha, kendati lahir ketika mama-papanya baru berumur 21 tahun, belum bekerja, pindah dari satu rumah kost ke rumah kost yg lain, dari Singaraja, Denpasar, Jakarta, Inggris, Ucha tumbuh menjadi wanita mandiri yg membanggakan.


Putera keduanya Dharma, yg lahir di tanggal dan bulan yg sama dg Ibunya, menghadirkan berkah spiritual yg sangat indah. Tidak saja pada Ucha, tapi juga pada kakek neneknya.


Dharma yg sekarang dalam proses kesembuhan dari autis, sungguh menghadirkan pelajaran spiritual yg sangat dalam: "Tidak sombong, jauh dari congkak, merunduk rendah hati di depan kehidupan".


Karena ada Dharma, mamanya tekun dan tulus sekali menjalani jalan spiritual: "Membimbing meditasi banyak anak-anak, melayani Guruji di medsos siang-malam tanpa mengenal libur".


Kendati lulus dari salah satu Universitas terbaik di Melbourne Australia, mengawali karir di salah satu bank terbaik di Jakarta (citibank), Ucha dibuat sangat rendah hati oleh kehadiran Dharma.


Benar kata buku suci, kegelapanlah yg membuat Cahaya jadi indah. Rasa sakitlah yg membuat jiwa jadi mekar sangat indah.  


Keterangan foto: Ucha ketika sekolah di Australia dijenguk sama Guruji. Foto Dharma hari ini.